Sabtu, 02 April 2022

Beberapa Istilah: Ilmu Antropologi

 https://www.google.com=pengertian-antropologi-dan-jenis-antropologi%

1. Kebudayaan 

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin cultura dari kata dasar colere yang berarti berkembang tumbuh. 

Menurut Koentjaraningrat (1923-1999), kebudayaan merupakan sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan, meliputi sistem ide atau gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang diperoleh dengan cara belajar. 

Kebudayaan mengacu pada kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 

Maka kontras dengan pengertian kebudayaan sehari-hari yang hanya merujuk kepada bagian-bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian (D’Andrade, 1995:1999). 

Bentuk kajian yang ada dalam antropologi kebudayaan adalah musik daerah, batik, tarian, candi, seni sastra. 

  • Contoh Antopologi Kebudayaan  

a. Sistem Pengetahuan 

Pengetahuan adalah suatu kemampuan tertentu yang dimiliki manusia dan di dapatkan dari lingkungan terdekatnya untuk menciptakan, mempertahankan dan mengembangkan kehidupan agar lebih baik dan bagus dengan berbagai tahapan proses belajar yang dilaluinya. 

b. Pandangan hidup

Pandangan hidup adalah suatu pedoman dan prinsip hidup seseorang seringkali digunakan sebagai pegangan hidup seorang individu, kelompok bahkan suatu bangsa. 

Selain itu, pandangan hidup dalam diri manusia juga berpengaruh pada sisi sikap, persepsi, dan pola perilaku seseorang. 

Salah satu contoh pandangan hidup yang masyarakat Indonesia yakini yaitu pancasila. 

Dimana nilai-nilai pancasila disini dianggap sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari. 

c. Kepercayaan 

Kepercayaan adalah suatu pandangan hidup yang melekat dengan begitu kuat dalam diri manusia dan telah diyakini dengan sepenuh hatinya. Sehingga manusia akan melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang dipercayainya. 

d. Persepsi

Persepsi adalah pandangan seseorang mengenai berbagai hal yang ada dalam kehidupannya. Sebagai informasi bahwa persepsi seringkali karena adanya perbedaan-perbedaan diantara manusia satu dengan lainnya. 

Sehingga dari perbedaan persepsi itulah muncul suatu perdebatan. Selain itu adanya perbedaan sudut pandang yang dimiliki oleh setiap orang juga dipengaruhi berbagai faktor mulai dari faktor latar belakang kehidupan, pendidikan dan lain sebagainya. 

2. Evolusi

Menurut Charles Robert Darwin dalam bukunya yang terkenal Origin of Species (1859), evolusi merupakan cabang biologi yang di dalamnya mempelajari tentang asal usul dan sejarah makhluk hidup serta hubungan genetik antara makhluk hidup satu dengan lainnya. 

Evolusi diartikan sebagai perubahan yang dialami secara perlahan dan dalam jangka waktu yang lama. 

  • Teori evolusi yang ada terdiri dari tiga proses, yaitu:

a. Seleksi alam adalah seleksi terhadap seluruh anggota masyarakat sehingga anggota yang kuat dan sehat yang dapat bertahan hidup.(Teori Darwin :"survival of thefittest"). 

b. Mutasi adalah perubahan materi genetik (gen/kromosom) yang dapat diwariskan secara genetik pada keturunannya. 

c. Seleksi buatan adalah seleksi yang dilakukan manusia. Dilakukan dalam rangka untuk memperolah keturunan yang lebih baik, misalnya pada hewan ternak dan tanaman budidaya. 

Dalam perkembangan antropologi. Dari lahirnya antropologi hingga saat ini. Terjadi perubahan evolusi secara bertahap. Hal yang sering terjadi pada ini melalui proses mutasi. Dimana kebudayaan dapat diwariskan secara materi genetik kepada keturunannya. 

Akan tetapi, dapat terjadi kemungkinan untuk mengalami perubahan. Perubahan makna maupun cara penggunaannya. 

Misalnya saja tentang budaya “Reog Ponorogo”. Jika dulu adalah sebagai penampilan kebudayaan yang sangat sakral. 

Akan tetapi seiring perkembangan jaman menjadi penampilan yang menghibur. Walaupun tidak mengubah hal pada ciri khas itu. Tetapi mengalami perubahan penggunaaan. 

3. Culture Area (Daerah Budaya) 

Suatu daerah budaya merupakan daerah geografis yang memiliki sejumlah ciri-ciri budaya, dan kompleksitas lain yang dimilikinya (Banks, 1977:274). 

Menurut definisi tersebut, suatu daerah kebudayaan pada mulanya berkaitan dengan pertumbuhan kebudayaan yang menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan mendesak unsur-unsur lama kearah pinggir, sekeliling daerah pusat pertumbuhan tersebut. 

Oleh karena itu, jika peneliti ingin memperoleh unsur-unsur budaya kuno maka tempat untuk mendapatkannya adalah daerah-daerah pinggir yang dikenal dengan marginal survival, suatu istilah yang mulai diperkenalkan oleh Franz Boas (Koentjaraningrat, 1987:26). 

Konsep marginal survival ini dikembangkan lebih lanjut oleh Clark Wissler yang terkenal dengan bukunya The American Indian. 

4. Enkulturasi 

Menurut Soekanto, (1993:167) enkulturasi atau pembudayaan merupakan proses seorang individu dalam mempelajari dan menyesuaikan pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. 

Hal paling mendasar yang menjadi contoh enkullturasi adalah bahasa. 

Seseorang akan tumbuh dengan bahasa yang sesuai dengan tempatnya tinggal (bahasa ibu), walau diajari bahasa lain bahasa ibu akan menjadi bahasa paling fasih mereka. 

Misalnya, seseorang yang tumbuh di Indonesia akan berbahasa Indonesia. Jika tumbuh dalam lingkungan suku tertentu, biasanya mereka juga fasih berbahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Minahasa, Tolaki dan lainnya. 

Contoh lainnya adalah cara makan. Orang yang tinggal di Indonesia akan terbiasa makan dengan tangan ataupun sendok, namun orang yang tinggal di Jepang akan lebih banyak menggunakan sumpit. 

5. Difusi 

Menurut Soekanto, (1993:50), difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara meluas, dibawa oleh sekelompok manusia yang melakukan migrasi ke suatu tempat, sehingga melewati batas tempat dimana kebudayaan itu muncul. 

Menurut Everett M. Rogers dalam karyanya Diffusion of Innovation (1983), cepat tidaknya suatu proses difusi sangat erat hubungannya dengan 4 (empat) elemen pokok, yaitu: 

  1. Sifat inovasi, 
  2. Komunikasi dengan saluran tertentu, 
  3. Waktu yang tersedia), 
  4. Sistem sosial warga masyarakat. 

Beberapa Contoh proses terjadinya difusi kebudayaan, di antaranya sebagai berikut: 

  1. Unsur-unsur budaya timur dan barat yang masuk ke Indonesia dilakukan dengan teknik meniru. Misalnya, penyebaran agama Islam melalui media perdagangan, berikut cara berdagang yang jujur, dan model pakaian yang digunakan, lambat laun ditiru oleh masyarakat. 
  2. Cara berpakaian para pejabat kolonial Belanda ditiru oleh penguasa pribumi. 
  3. Cara orang Minangkabau membuka warung nasi dan cara orang Jawa membuka warung tegal. 
  4. Cara makan yang dilakukan orang Eropa dengan menggunakan sendok ditiru oleh orang Indonesia. 

6. Akulturasi

Akulturasi merupakan proses ataupun saling mempengaruhi dari satu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya. 

Sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diakomodasikan dan diintegrasikan ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri (Koenjtaraningrat, 1990:91). 

Di Indonesia, proses akultuasi dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Akulturasi ini terjadi di berbagai bidang, bahkan hingga dalam tradisi kuliner, seni, dan bangunan. 

Berikut Contoh akulturasi di masyarakat Indonesia yang bisa disaksikan sampai sekarang. 

  1. Akulturasi di tradisi Kuliner Kue Lapis legit, Semur, dan Perkedel merupakan akulturasi budaya Belanda. Soto, Lumpia, Lontong Cap Go Meh, Bakso, dan Mi Ayam merupakan akulturasi budaya di Indonesia. Tradisi Tionghoa Pie Susu merupakan akulturasi budaya Hongkong, Portugis dan Indonesia. 
  2. Akulturasi di Tradisi Bangunan Masjid Cheng Ho, yang merupakan akulturasi budaya Tionghoa. Islam Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan bangunan yang dibangun dengan pengaruh kebudayaan Cina, Arab, Eropa serta Hindu dan Jawa. Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran Yogyakarta yang merupakan akulturasi budaya Jawa dan Eropa. Masjid Langgar Tinggi di Pekojan, Jakarta Barat menggabungkan arsitektur Tionghoa dan Jawa. 
  3. Akulturasi di Tradisi Seni Kereta Singo Barong merupakan akulturasi budaya Tionghoa, Budha, Hindu serta Islam. Gambang Semarang yang telah ada sejak tahun 1930 merupakan akulturasi budaya lokal Semarang. Tionghoa Cekepung, sebuah pementasan teater tradisional di Bali yang menjadi akulturasi budaya Jawa, Bali, dan Lombok Batik lasem menjadi bentuk akulturasi budaya tionghoa dan jawa. 

7. Etnosentrisme 

Menurut Fred E. Jandt dalam karyanya Intercultural Communication: Anintroduction (1998:52) Etnosentrisme merupakan suatu sikap, persepsi atau pandangan yang dimiliki oleh masing-masing individu yang menganggap bahwa kebudayaan yang dimilikinya lebih baik dari budaya lainnya atau membanggakan budayanya sendiri dan menganggap rendah budaya lain. 

Etnosentrisme berarti penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai dan standar budaya sendiri. Pemahaman seperti ini dapat menghambat komunikasi antar-budaya. 

Berikut beberapa contoh sikap etnosentris, yaitu: 

  1. Adanya kebudayaan Carok yang berasal dari Madura. 
  2. Adanya konflik antara suku Madura dan Dayak. 
  3. Tindakan bullying jika ada teman yang berasal dari luar pulau Jawa. 
  4. Kebiasaan memakai pakaian adat di beberapa daerah di Indonesia. 
  5. Terjadinya perang antara suku Asmat dan suku Dani. 

8. Tradisi 

Menurut Soekanto (1993:520), tradisi merupakan suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga menjadi adat istiadat, yakni: 

Kebiasaan-kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan yang saling berkaitan. 

Kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap. Tradisi merupakan pola perilaku yang dilakukan berulang kali oleh sekelompok orang. Lama kelamaan pola perilaku tersebut, menjadi sebuah tradisi. 

  • Berikut ini contoh-contoh tradisi yang berkembang di Indonesia, antara lain: 

a. Kasada (Jawa Timur): Ritual Persembahan Panen, upacara Kasada selalu diadakan pada tanggal 14 Kasada (menurut kalender Jawa kuno) di Gunung Bromo. 

Tujuan dari Kasada adalah untuk memperingati pengorbanan Raden Kusuma (putra Jaka Seger dan Lara Anteng, orang yang dihormati oleh penduduk setempat). 

b. Rambu Solo (Tana Toraja, Sulawesi Selatan): Upacara Pemakaman Toraja. Rambu Solo adalah upacara pemakaman tradisional yang diadakan oleh masyarakat Toraja. 

Tujuan dari upacara tersebut adalah untuk menyapa roh orang yang telah meninggal. 

Mereka percaya bahwa roh akan kembali ke surge bersama nenek moyang mereka. Ritual dimulai dengan penyembelihan hewan (biasanya kerbau dan babi). 

Status sosial tergantung pada seberapa banyak hewan yang dikurbankan. Hal-hal yang harus kita lihat selama upacara adalah adu kerbau, nyanyian, dan tarian baris. 

c. Ngurek (Bali): Ritual Melukai Badan. Ngurek adalah tradisi Bali ekstrim yang diadakan untuk tujuan keagamaan. 

Para jamaah akan melukai diri sendiri dengan menusuk tubuh mereka dengan pisau tradisional yang disebut “keris”. 

Selama ritual ini, peserta dianggap kerasukan. Tradisi Ngurek atau Nguying bertujuan untuk mengabdi pada “Sang Hyang Widi Wasa”, sang dewa. Tradisi unik ini bisa Anda saksikan hampir di seluruh desa di Bali.

d. Pasola (Sumba): Pemeragaan Perang Dengan Kuda. Pasola merupakan salah satu upacara adat yang luar biasa masyarakat Sumba di Nusa Tenggara Timur. 

Itu selalu diadakan setiap tahun dari Februari hingga Maret. Tujuan dari tradisi ini adalah mendapatkan berkah Tuhan untuk panen yang lebih baik. 

Pasola secara harfiah berarti “permainan perang”. Itu terjadi antara dua kelompok pria yang mengenakan kostum tradisional, memegang tombak kayu tumpul sambil menunggang kuda mereka. Kita bisa menikmati ritual ini bersama keramaian di ruang publik terbuka. 

e. Fahombo Batu (Pulau Nias): Melompati Batu-Batu Besar. Fahombo Batu (lompat batu) adalah ciri budaya Pulau Nias. 

Itu dilakukan oleh seorang pria muda yang berpakaian bagus dengan kostum tradisional. Dia harus melompati tumpukan batu-batu besar setinggi 2 meter (6,5 kaki). 

9. Ras dan Etnik 

Menurut Oliver (1964:153) ras merupakan sekelompok orang yang memiliki sejumlah ciri-ciri biologis (fisik) tertentu, suatu populasi yang memiliki kesamaan dalam sejumlah unsur biologis (fisik) atau ciri-ciri khas disebabkan oleh faktor keturunan. 

Ciri fisik yang mendasari penggolongan tersebut antara lain warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, bentuk tubuh dan lain sebagainya. 

Menurut Marger (1985:7) etnik merupakan kelompok dalam masyarakat yang lebih besar menampilkan serangkaian ciri-ciri budaya yang unik. 

Etnis atau suku merupakan suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan yang lain berdasarkan akar dan identitas kebudayaan, terutama bahasa. 

Dengan kata lain etnisadalah kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas tadi sering kali dikuatkanoleh kesatuan bahasa (Koentjaraningrat, 2007). 

Contohnya etnis/suku Tionghoa, suku Jawa, suku Bugis, suku Batak, suku Sunda, suku Dayak, suku Asmat, dll.

10. Stereotip 

Menurut Fred E. Jandt (1998:70-74), dalam bukunya yang berjudul Intercultural Communication: An Introduction bahwa stereotip dan prejudice merupakan salah satu penghambat terjadinya komunikasi antarbudaya yang bermakna di tengah budaya yang berbeda, disamping faktor-faktor kecemasan dan etnosentrisme. 

Stereotip merupakan persepsi terhadap seseorang berdasarkan kelompok mana orang itu dikategorikan atau berdasarkan keyakinan tertentu seperti Cina Licik, Jawa Koek, Padang Bengkok, Bapak si tukang copet, dsb (Supardan, 2004:63-70). 

Contoh lainnya, stereotip mengatakan bahwa dalam berbisnis etnis Tionghua sering bermain curang dan suka menyuap pihak penguasa untuk mendapatkan konsesi ekonomi sehingga membuat mereka cepat sukses, nyatanya tidak semua etnis Tionghua begitu. 

11. Kekerabatan 

Menurut antropolog Robin Fox (1969) dalam karyanya Kinship and Marriage, merupakan konsep inti dalam antropologi. 

Konsep kekerabatan tersebut merujuk pada tipologi klasifikasi kerabat (kin) menurut penduduk tertentu berdasarkan aturan-aturan keturunan (descent) dan aturan-aturan perkawinan. 

Menurut Malinowski (1929), keluarga atau kekerabatan merupakan suatu institusi domestik yang bergantung pada afeksi. Selain itu, konsep kekerabatan juga ingin menegaskan bahwa tujuan dari keluarga adalah membesarkan anak. 

  • Di Indonesia hubungan kekerabatan dibagi menjadi tiga, yaitu: 

a. Sistem kekerabatan parental/Bilatera

Sistem ini menarik garis keturunan dari pihak ayah dan ibu. Anak menghubungkan diri dengan kedua orangtuanya dan juga kerabat ayah-ibunya secara bilateral. 

Contoh suku yang menggunakan sistem ini adalah: Jawa, Sunda, Madura, dan Bugis. 

b. Sistem kekerabatan Patrilineal

Sistem ini menarik garis kekerabatan dari pihak ayah. Sistem ini menghubungkan anak dengan kerabat ayah berdasarkan garis keturunan laki-laki secara uniteral. 

Dalam masyarakat patrilineal keturunan dari pihak bapak dinilai memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan terhormat. 

Contoh suku yang menggunakan sistem ini adalah: Batak, Bali, Ambon, dan Asmat. 

c. Sistem kekerabatan Matrilineal

Sistem ini menarik garis kekerabatan dari pihak ibu. Sistem ini menghubungkan anak dengan kerabat ibu berdasarkan garis keturunan perempuan secara uniteral. 

Dalam masyarakat matrilineal, keturunan garis ibu sangat penting, sehingga menimbulkan hubungan kekeluargaan yang lebih rapat dan meresap diantara warganya yang seketurunan garis ibu. 

Menimbulkan konsekuensi yang lebih besar daripada garis keturunan bapak, misalnya dalam hal pembagian warisan. Contoh suku yang menggunakan sistem ini adalah suku Minangkabau. 

12. Magis 

Menurut seorang pendiri antropologi di Inggris E.B. Taylor dalam karyanya yang berjudul Primitive Culture (1871) merupakan ilmu pseudo dan salah satu khayalan paling merusak yang pernah menggerogoti umat manusia. 

Kemudian, menurut antropolog J.G. Frazer, dalam karyanya yang berjudul Golden Bough (1980), bahwa magis merupakan penerapan yang salah dalam dunia materiil dari hukum pikiran dengan maksud untuk mendukung sistem palsu dari hukum alam. Dunia materiil ini mendukung adanya pemikiran terkait dunia yang semu. 

13. Tabu 

Menurut Rodman (1988:279), tabu atau pantangan merupakan suatu pelarangan sosial yang kuat terhadap kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu kelompok, budaya, atau masyarakat. Dalam hal ini, contoh tabu adalah bersentuhan dengan kepala suku. 

14. Perkawinan 

Antropolog memandang perkawinan sebagai pelebaran menyamping tali ikatan antara dua kelompok himpunan yang tidak bersaudara atau pengukuhan keanggotaan di dalam satu kelompok endogen bersama. 

Secara umum, konsep perkawinan mengacu pada konsep formal pemaduan hubungan 2 individu yang berbeda jenis dan dilakukan secara seremonial simbolis, serta semakin dikaraterisasikan oleh adanya kesederajatan, kerukunan, dan kebersamaan dalam hidup berpasangan. 

Di sebagian besar tradisi, perkawinan juga dimaknai sebagai proses institusi sosial dan wahana untuk mengembangkan keturunan (Mansfielf dan Collard, 1988). 

  • Jenis-jenis perkawinan menurut ilmu Antropologi, yaitu: 

a. Sistem Endogami 

Merupakan sistem perkawinan yang mewajibkan dengan anggota kelompok. Sistem Endogami berarti perkawinan dari suku dan ras yang sama. 

Menurut Van Vollenhoven, hanya ada satu daerah yang secara praktis mengenal sistem endogami ini, yaitu daerah Toraja. 

b. Sistem Eksogami 

Merupakan sistem perkawinan yang melarang dengan anggota kelompok. Sistem Eksogami berarti perkawinan dari suku dan ras yang berbeda. 

Contohnya adalah larangan menikah dengan kelompok atau klan yang sama. Eksogami memiliki dua lingkupan sebagai berikut: Heterogami adalah perkawinan antar kelas sosial yang berbeda, seperti pernikahan anak bangsawan dengan anak petani. 

Homogami adalah perkawinan antara kelas golongan sosial yang sama, seperti pernikahan anak saudagar dengan anak saudagar. 

c. Sistem Eleutherogami 

Merupakan sistem pernikahan yang tidak memiliki larangan atau keharusan dalam anggota kelompok tertentu. 

Larangan dalam Sistem Eleutherogami yaitu berhubungan dengan ikatan nasab (keturunan), seperti kawin dengan ibu, nenek, anak kandung, dan saudara dari bapak atau ibu. 

Dilarang juga dalam Sistem Eleutherogami, pernikahan dengan musyahrah (per-iparan), seperti kawin dengan ibu tiri, mertua, menantu, anak tiri. 


Daftar Pustaka:

Prof. Dr. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009, Rineka Cipta, Jakarta.

4 komentar:

ANALISIS VISUAL DARI PERSPEKTIF ANTROPOLOGI

Analisa Visual merupakan metode bagaimana pikiran memproses informasi visual yang diterimanya dari mata berupa gambar, vidio, dan lain-lain....